Langsung ke konten utama

Belajar Dari Isra Mi'raj Nabi

 (Foto dokumentasi pribadi flyer peringatan isra mi'raj Nabi Muhammad Saw 1444 H.)

Setiap tahun kita memperingati isra mi'raj. Dalil-dalil naqli: Ayat Al-Qur'an dan hadits-hadits masyhur tentang perjalanan malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha; dari Baitul Maqdis ke Sidratul Muntaha itu terus kita cuplik dan dipaparkan tanpa ragu untuk menegaskan kebenaran perjalanan itu. 

Bahkan hikmah dalam perjalanan semalam yang fenomenal itu yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw selalu berulangkali didedahkan para mubaligh dalam peringatan isra mi'raj di atas mimbar-mimbar segala jenis panggung. Durasi pemaparannya pun berbeda-beda, namun mengusung hakikat yang sama. 

Peringatan isra mi'raj itu menandakan kecintaan umatnya terhadap sang junjungan. Peringatan yang berulangkali itu sedang menegaskan kerinduan akan syafaatnya yang telah membuncah di setiap ubun dan memenuhi rongga hati seorang hamba. Allahumma shalli 'alaa muhammad wa'alaa ali syaidina muhammad.

Titah salat lima waktu hadiahnya. Ya, salat lim waktu adalah bingkisan terindah yang diberikan Allah SWT kepada Rasulullah SAW di saat jiwa beliau benar-benar sedang terguncang. Salat lima waktu itu pula yang kemudian dititahkan kepada para sahabat, tabi'in hingga sampailah kepada kita semua selaku umatnya. 

Dalam pandangan tasawuf, melalui salat lima waktu sejatinya seorang hamba sedang berkomunikasi dengan Tuhannya. Melalui salat lima waktu seorang pecinta berinteraksi dengan kekasihnya: Nabi Muhammad Saw, keluarga dan sahabatnya. Bukankah seorang pecinta selalu mendambakan penyatuan? Meenggani keterpisahan. Jikalau bisa memilih dan memiliki kuasa lebih suka menambah kadar cintanya, bertahan dan berpegang dalam keadaan yang aman sekaligus nyaman.

Begitupun dengan salat, takala seorang hamba mendisiplinkan diri untuk mendirikan salat maka insyaallah hubungan dirinya dengan sang Pencipta sekaligus kekasihnya akan senantiasa harmonis dan rukun. Hubungan yang membuat hati nurani seorang hamba damai dan tentram. Itu semua terwujud dari tindak-tanduk seorang hamba yang memancangkan sikap tawakal, qona'ah dan ikhlas dalam menjalankan kehidupan. Tidak ada istilah ngresula, kemrungsun dan lain sebagainya.

Ketentraman hati, sikap yang nrima dan tulus atas hidup itu lantas mengejawantahkan diri sebagai kebaikan sosial terhadap lingkungan sekitar. Energi positif yang memancar kuat di dalam dirinya memedar pada setiap ceruk kegelapan dan kekacaubalauan yang ada di dekatnya. Sehingga kelatenan cahaya yang terpancar turut menerangi sekiranya. Hal yang sama juga berlaku untuk sebaliknya.

Jika Rasulullah SAW dari isra mi'raj membawakan umatnya bingkisan titah salat, lantas dari setiap perhelatan isra mi'raj yang berulangkali itu apa yang dapat Anda petik? Isra mi'raj jenis apa yang telah Anda lakukan selama ini? Apakah mungkin seorang hamba (selain nabi pilihannya) melakukan isra mi'raj?

Bukankah hakikat dari perjalanan isra mi'raj nabi Muhammad Saw itu adalah perubahan menuju kebaikan? Transformasi besar-besaran tidak akan pernah terwujud jika tidak dimulai dari memperbaiki, mendisiplinkan dan introspeksi diri dari waktu ke waktu. Transformasi itu seperti halnya kita hendak menaiki lantai 2 yang harus melalui tangga. Sementara tangga terdiri dari banyak anak tangga. Hanya melalui anak tangga yang kompleksitas itulah kita akan sampai pada tujuan awal.

Atas dasar kepentingan meraih hakikat kehidupan, mari kita sama-sama meng-isra mi'raj-kan masing-masing diri pribadi menjadi lebih baik. Terlebih-lebih dari isra mi'raj itu mampu menelurkan energi positif (ghirah; kemanfaatan) jangka panjang bagi lingkungan sekitar menjadi lebih baik. 

Tulungagung, 18 Februari 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...