Langsung ke konten utama

Bingkisan Kecil Teruntuk Guru Tercinta

Sebelumnya harus saya tegaskan, bahwa tulisan ini dibuat untuk kepentingan memberikan kata pengantar buku antologi ketiga SPK Tulungagung. Buku edisi spesial dengan judul Prof. Ngainun Naim Sang Inspirator dengan sengaja dibuat untuk menyemarakkan penganugerahan gelar Guru Besar kepada Dr. Ngainun Naim, M. H. I. 

***

Menginjak tahun baru 2022 kami-penghuni grup Sahabat Pena Kita Tulungagung-mendapat kado terindah. Tepat di bulan Januari deretan nama-nama peraih penganugerahan gelar akademik tertinggi dari Kemendikbud sempat berseliweran di beberapa grup WhatsApp, tak terkecuali di grup SPK Tulungagung. Nama Prof. Dr. Ngainun Naim, M. HI yang tercantum pada kolom kedua lembar lampiran SK Penetapan Guru Besar itulah yang membuat kami bahagia bukan main. Prof. Naim selaku pembina grup SPK Tulungagung sekaligus pembina grup SPK Pusat akhirnya mendapat pengakuan ahli di bidang keilmuan secara legal-formal.

Kabar gembira itu bersambut gayung dengan sambutan hangat dari berbagai instansi dan kalangan. Flayer ucapan selamat atas ditetapkannya sebagai Guru Besar Metodologi Studi Islam sempat menjadi tranding topik postingan di kanal media sosial. Baik WA, Facebook maupun Instagram para kolega, sahabat dan murid yang mengenal sosok beliau turut berempati berbagi kebahagiaan melalui unggahan. 

Saking bahagianya, bahkan sebagian yang lain berinisiatif berusaha mengabadikan momentum ini supaya tidak berlalu begitu saja. Flayer undangan menulis antologi dalam rangka apresiasi pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Ngainun Naim yang bertajuk Kiprah Intelektual Ngainun Naim: Catatan dari Para Sahabat sempat di-posting di grup SPK Tulungagung. Secara hierarkis kemanfaatan, tentu saja insiatif membuat buku antologi itu jauh lebih baik daripada sekadar ucapan selamat yang mungkin mudah dilupakan. Tentu hal ini bukan berarti sedang mengerdilkan dan mendiskreditkan berbagai pihak yang telah memberikan selamat.

Begitu pun dengan kami, jauh sebelum flayer undangan menulis buku antologi dari grup sebelah di-share di grup SPK, sebenarnya kami "para penggemuk" berdiskusi alot tentang inisiatif untuk merayakan penganugerahan gelar akademik tertinggi itu dengan mempersembahkan sebuah karya antologi. Karya buku antologi edisi spesial tentunya.

Tercetusnya ide itu bertumpu pada dua pondasi: Adanya usulan dari anggota SPK dan tidak terlepas dari spirit literasi yang secara konsistensi Prof. Naim suntikan setiap waktu kepada kami. Baik itu melalui seminar, pelatihan, workshop, kopdar dan lain sebagainya. Utamanya transfer pengetahuan dan keterampilan membangun kesadaran pentingnya menekuni dunia literasi yang beliau tularkan melalui dua blog pribadi: www.spirit-literasi.id dan www.ngainun-naim.blogspot.com.

Upaya meningkatkan kedisiplinan dalam menulis-menggeluti literasi- yang terus dipupuk dan "digeret" itulah yang memposisikan kami memandang beliau sebagai sosok teladan yang murah ilmu. Tampaknya dalam hal ini tidak berlebihan jika saya meminjam pandangan Prof. Dr. Maftukhin, M. Ag. secara pribadi saya melihat, bahwa beliau memahami menulis sebagai cara terindah mendialogkan antara pikiran dan bentuk keragaman keagungan Tuhan ke hadapan khalayak. Menulis bagi beliau adalah dzikir. Dialog antara hamba dengan Tuhannya. Satu upaya menyampaikan hikmah yang disingkapkan Tuhan kepadanya untuk disampaikan kembali kepada khalayak. Sebab, menulis sendiri tertunaikan karena wujud hidayah dan kasih sayang Tuhan kepada hamba-nya (Abad Badruzaman dan Nur Kholis, 2021: xv-xvi).

Kemelekatan pandangan yang bersahaja esoteris sekaligus visioner itulah yang kemudian kami lihat sudah sedari dulu gelar akademik tertinggi: Profesor dalam diri beliau terbenam. Tradisi menulis dan bergerak cepat untuk berkarya terbubuhkan kuat dalam diri beliau sebagai nyawa kedua. Hal itu pula yang menjadi alasan mengapa kami gemar memanggil beliau dengan sebutan Prof. Meskipun gelar itu belum dilegalkan secara prosedural di depan awal nama beliau.

Dengan semangat dan kesadaran motif tersebut flayer undangan menulis buku antologi Sahabat Pena Kita Tulungagung spesial pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Ngainun Naim, M. HI dengan tema: Ngainun Naim, Sang Profesor Inspiratif dibuat. Lantas flayer undangan menulis buku antologi khusus anggota SPK Tulungagung itu di-share di grup. Kurang lebih dalam tenggat waktu dua bulan, ceceran tulisan dari anggota SPK Tulungagung berhasil dikodifikasikan, hingga akhirnya mewujud buku yang ada di hadapan Anda kini.

Adapun isi dari buku antologi ke-tiga SPK Tulungagung ini fokus menarasikan pengalaman, kesan-pesan dan kesaksian anggota SPK Tulungagung selama mengenal sosok sang Profesor Inspiratif. Baik itu dari aspek kepribadian, sepak terjang intelektualitas dan produktivitas-kreativitas beliau. Pendeskripsian dan pendokumentasian ini penting untuk menjaga rekam jejak proses beliau. Setidaknya melalui buku antologi ini Anda dapat memahami bagaimana Prof. Naim di mata para murid dan anak ideologis beliau. 

Dengan diterbitkannya buku antologi edisi spesial ini besar harapan kami mampu menjadi bingkisan kecil dari seorang murid yang dipersembahkan khusus untuk sosok guru, teladan dan inspirator dalam mengabdikan diri pada samudera ilmunya Tuhan. Tepatnya menjadi bagian dari peradaban keilmuan. Di samping itu, semoga dengan dikukuhkannya Prof. Naim sebagai Guru Besar Metodologi Studi Islam mampu menjadi angin segar bagi kami yang melulu haus akan ilmu pengetahuan. Semoga ilmunya berkah dan kami mampu mengikuti sekaligus melanjutkan jejak capaian beliau.

Ciamis, 11 Maret 2022


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...