Langsung ke konten utama

Buah Tangan Keheningan

Tak selayaknya kita melulu takut dalam kesendirian. Tenggelam dalam keheningan. Toh pada akhirnya setiap manusia kembali pada ketiadaan. Meratap dalam pengasingan.

Untuk apa berjumawa dan pongah tinggi-tinggi karena deretan gelar yang kau punya; jika akhirnya yang terjadi hanya hanyut dalam sistem keegoisan perut dan di atas lutut, membebani orang-orang dengan penilaian pincang sembari mengutuk-ngutuk hidup dalam banyolan akut. Waraskah Anda? Tulungagung, 22 Juli 2020.

Aku berpikir maka aku tidak pernah menjelma; yang ada hanya distorsi dan rekonstruksi serpihan kesadaran yang bermula dari ketiadaan dan pengakuan.

Masa bodoh tentang si waktu. Yang kutahu sekarang, hanya tentang memikul proses dan usaha yang keras.

Kalangan bawah kerja keras, kalangan atas ngegas, sudah biasa. Yang luar biasa itu kesalingan dan pengertian dalam mengoreksi kesalah-kesalahan yang pernah dilakukan untuk menjadi lebih baik. Tulungagung, 23 Juli 2020.

Tuhan menciptakan segala sesuatu untuk memudahkan hidup di dunia. Sememtara Manusia terlalu sibuk memilih dan menata dunia versi dirinya dengan berjubel kerumitan yang dipandang idealis. 

Menjadi seorang pemilih itu bukan takdir semata-mata. Kehendaknya saja yang terobsesi mengerdilkan diri dengan sibuk mengacuh dan bertumpu pada selimut idealisme yang terkondisikan. Dan sialnya, Aku terlahir dari rahim yang sama, sebagai manusia. 

Tidak ada yang benar-benar terselamatkan. Alih-alih lari dari belenggu kebebalan, yang terjadi justru kondisi prasadar yang menjadikannya berkubang dalam kefanatikan.  Tulungagung, 08 Agustus 2020.

"Adakalanya kita dipertemukan untuk mendewasakan. Adakalanya kita dipertemukan sebagai jalan keluar dari pengharapan. Meski demikian, harus kita sadari sejak dini bahwa semua bermula dari ketiadaan, kesepian dan keterpisahan. Bukankah kita tumpukan rapuh yang berusaha teguh dalam menjalani kehidupan yang harus ditempuh?"

"Kita hanyalah pintalan luka, sisipan duka dan patahan kecewa yang terus ditabung. Hingga akhirnya kesadaran diri melulu nyaman didekap lupa bahwa manusia dicipta bukan untuk meratap dalam kabung". Tulungagung, 9 Agustus 2020.

Dan nyatanya bukan sayatan luka itu yang menyakitkan. Melainkan kemerasaan satu pihak semata yang tak pernah mendapat ruang kepastian.

Pada akhirnya manusia tak pernah berdaya di hadapan rangkaian kata. Sebab kemungkinannya hanyalah dua; tertundukan atau malah mengabaikannya.

Tak semuanya dapat terbayar tuntas dengan segunung materi; rasa lapang dan kemurnian hati. Beiji, 6 September 2020.

Bukan karena mampu Aku berada di antara mereka, melainkan karena Rahim-Nya yang meliputi isian dada dan kehendak diri untuk saling melengkapi kekurangan masing-masing kita. Gragalan, 6 September 2020.

Walau seujung kuku sekalipun, tak ada seorangpun mampu menyelami rahasia hati yang bersatir dada. Jikalau itu terkadang benar dengan keadaannya maka tak lain sekadar upaya menerka-nerka. Gragalan, 7 September 2020.

Menjadi gila yang sesungguhnya dibutuhkan manusia untuk mengada, tapi karena gila itu pula terlalu banyak manusia yang tak pernah dianggap ada. Kutoanyar, 24 Oktober 2020.

Mengingat apa tujuan kita menjadi alasan kuat kenapa kita harus bergerak dan bekerja keras sehingga selalu sigap-siaga dengan langkah-langkah selanjutnya. Gragalan, 15 Februari 2021.

Tak ada orang yang terlalu baik. Terlalu baik itu adalah bagian dari investasi pribadi kita ke masa depan. Tulungagung, 15 Februari 2021.

Atas nama perbedaan kita bertolakbelakang, namun di hadapan takdir status kita sama; adalah sepasang luka sempurna yang kian getol menggapai jemari bahagia di dada sepi. Gragalan, 29 April 2021.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...