Langsung ke konten utama

Pentingnya Relasi di Era Digitalisasi

Keberadaan jaringan dalam tumbuh suburnya marketing berbagai varian produk teknologi di era digital ini sangat diperhitungan, bahkan dapat dikatakan pula sebagai titik nadir produktivitas itu tersendiri. Bagaimanapun justru karena adanya jaringan itu pula produk teknologi begitu pesat diperbaharui dari segala segi. Dari yang benar-benar penting mendahulukan fungsi sampai dengan sekadar mengunggulkan resolusi dan konfigurasi. Intinya,  ada modus jaringan kekal yang sengaja dibuat dan ditutup-tutupi.

Pertanyaan mendasarnya ialah bagaimana mungkin seluruh varian produk teknologi akan terkontribusi secara merata dan dirasakan kemanfaatannya secara nyata akan tetapi tidak ada saluran untuk menghubungkan antara produsen dan konsumen? Tidak ada minat transaksi jual beli yang dipandang mumpuni. Tanpa adanya transaksi, integrasi dan interaksi apakah mungkin akan ada konektivitas antara hardware dan software serta kepentingan manusia dalam menggunakan gadget?

Atas dasar itu pula, maka wujud pengejawantahan dari jaringan dalam konteks ini dapat diterjemahkan dan dibagi menjadi dua jenis utama; jaringan yang bermakna transmisi (sarana penghubung) yang mendukung terfungsikannya seluruh piranti teknologi secara maksimal dan jaringan yang bermakna relasi atau hubungan di antara sesama manusia sebagai subjek (pelaku, pengguna).

Pertama, jaringan yang bermakna transmisi di antara seluruh piranti teknologi. Seluruh piranti teknologi hanya akan dapat terhubungkan dan terfungsikan dengan baik manakala didukung dengan adanya internet, entah itu dalam wujud kuota data atau wifi sekalipun. Melalui konektivitas internet dengan piranti hardware dan software ini penjelajahan informasi dan produk dalam skala yang tidak terhingga dapat dilakukan. Tersebutkanlah keadaan konektivitas ini dengan istilah online, dalam jaringan (daring) atau ruang virtual yang kemudian mampu eksis di jagat maya melalui akun media sosial.

Seiring dengan trasformasi era, internet pun menjadi media baru yang menjadi salah satu candu manusia modern dalam melakukan seluruh aktivitas kesehariannya. Bagaimanapun internet benar-benar telah menjadi ruang rekam jejak ekspresi baru dalam menghubungkan segala aspek kebutuhan hidup manusia, mulai dari kebutuhan mendasar; sandang (primer), pangan (skunder) dan papan (tersier), pendidikan, agama, kebudayaan, sosial, ekonomi dan lain sebagainya.

Rasionalitas untuk membenarkan hal yang demikian dapat dibuktikan dengan adanya kanal-kanal tertentu yang fokus membahas, menggeluti, menampung seluruh informasi dan pengetahuan terkait hal itu. Entah itu dalam wujud; tulisan, audio ataupun audio-visual sekalipun. Belum lagi ditambah dengan merebaknya aplikasi-aplikasi mobile yang secara mudah dapat didownload di playstore. 

Dalam hal ini jelas, ada gerakan restorasi kultur jaringan yang telah lama dibangun sebagai wujud kesadaran diri sebagai intelektual genuine namun pada akhirnya manusia sendiri yang berusaha mendobrak kembali kemapanan itu dengan menggandeng tantangan zaman. Maka tidak aneh, jika pola yang terjadi adalah menempatkan subjek menjadi terobjektivikasikan. Di mana manusia menggantungkan hidupnya pada objek mati yang diberi ruh melalui sistematisasi yang kompleks. 

Sayangnya, di era digitalisasi ini sudah terlalu banyak manusia yang terninabobokan oleh segala kemutakhiran dan kemudahan yang ditawarkan. Manusia menenggelamkan segala jenis potensi dan anugerah terbesar Tuhan di bawah kebangkitan jaringan kasat mata. Manusia terjebak dalam sistem yang diproyeksikan sebagai sarana untuk mempermudah segala pekerjaan. Pada kenyataannya, yang terjadi justru sebaliknya. Manusia mengerdilkan ciri khas kemanusiaan dalam segala dimensi yang dikehendakinya.

Sementara yang kedua yakni jaringan dalam makna relasi atau hubungan di antara sesama manusia sebagai subjek (pelaku, pengguna)atas kemutakhiran teknologi. Relasi atau hubungan di antara sesama manusia menjadi salah satu faktor penting dalam menghadapi tantangan yang disodorkan oleh kemutakhiran teknologi era digital. Adanya relasi di antara sesama manusia yang tersekat oleh ruang dan waktu di satu sisi dapat diatasi oleh kecanggihan teknologi dalam wujud telekomunikasi via video call, entah itu menggunakan kanal media sosial whatsapp, google room, zoom, skype, messenger dan lain sebagainya. Sedangkan di sisi yang lain perkembangan teknologi itu pula dapat menjadi penghalang utama dalam melestarikan relasi yang telah terbangun.

Atas dasar adanya dua kecenderungan itu pula, alangkah baiknya kita mengambil sisi positifnya dengan menjadikan gadget sebagai media yang mumpuni dalam membangun jejaring relasi pertemanan dan persahabatan di antara sesama manusia secara global. Melalui upaya menjaring relasi dalam kancah nasional dan internasional ini setidaknya akan menjadi peluang besar untuk meningkatkan wawasan pengetahuan, pengalaman dan tempat sharing dalam membahas suatu persoalan yang dipandang layak untuk dipecahkan secara seksama.

Melalui jejaring relasi yang kokoh dan luas ini pula setiap individu selaku pengguna gadget dapat bertukar pikiran, melakukan riset bersama dan kerjsama dalam berbagai aspek yang sekira diperlu unutk dilakukan. Termasuk di dalamnya berusaha memahami perbedaan yang ada secara mendasar; mulai dari tatanan bahasa, kebudayaan, agama, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya. Hal-hal positif dalam upaya menyokong aktualisasi diri dengan mudah akan kita dapatkan tatkala diri pirbadi bersikap terbuka dan memiliki jejaring yang tidak terhingga.

Tulungagung, 16 Maret 2021.

Komentar

  1. Sangat penting relasi di era digitalisasi. Tetapi, kebanyakan orang terhipnotis akan kemudahan yg ditawarkan. Seperti dunia pendidikan. Dimna saat ini siswa cenderung dekat dg google. Segala bentuk kesulitan bljr bisa d cari d google. Dan tanpa disadari mereka terbawa oleh budaya bepikir instan. Nah, ini menjadi perhatian bagi pendidik dan orang tua khususnya. Bagaimana relasi siswa terhadap dunia digital dpt mengembangkan kompetensinya

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...