Langsung ke konten utama

Setiap Manusia Berfilsafat

 Apa gerangan yang ada di benak Anda ketika mendengar kata filsafat? Mampukah Anda memberi sedikit penjelasan tentang makna filsafat dengan sangat sederhana? Tanpa njlimet, menyisipkan embel-embel tak berlogika, stigmatif dan ketakutan akut yang tak berdasar.

Pertanyaannya, apakah bisa? Mungkin kita masih ingat dengan hot news atau pun berita tentang fluktuatif perilaku keagamaan seseorang yang dikait-kaitkan dengan filsafat. Di sana,  filsafat dihakimi, dijadikan sebagai kambing hitam atas memudarnya keyakinan dan peralihan agama. Seolah-olah filsafat adalah biang kerok atas chaos yang ada. 

Padahal, fluktuatif perilaku keagamaan seseorang sendiri sangat dipengaruhi berbagai macam faktor internal dan eksternal yang terkadang tak mampu diterka-terka begitu saja. Sementara, kebiasaan buruk manusia adalah gemar menghakimi, mendikte dan memaksa. Utamanya, mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya pada kesempatan yang ada di depan mata.

Nah, itu dia masalahnya, tak sedikit orang yang lebih mendahulukan mengutuk keras filsafat sebelum benar-benar mengetahui dan memahaminya. Entah itu mengetahui dan memahami dalam ruang lingkup makna yang bersifat terminologi atau pun dari segi  genealogi filsafat itu diakui sebagai salah satu ilmu yang mapan, sebutkan saja itu tentang sejarah kelahiran filsafat.

Loh kok ilmu yang mapan? Memang filsafat itu ilmu ya? Jika iya, filsafat itu adalah ilmu, lantas mengapa hanya diajarkan tatkala kita mengenyam pendidikan di perguruan tinggi? Tidak diajarkan di bangku sekolah tingkat dasar, tingkat pertama dan menengah atas atau pun sederajat? Sebagai buktinya,  selama mengecap pendidikan dua belas tahun itu kita tidak pernah mendengar mau pun dikenalkan dengan filsafat.

Nah lho bingung kan? Mau jawab apa hayo... jadi begini sederhananya, filsafat sendiri mampu diartikan sebagai "proses berpikir yang menimbulkan kesadaran dan kebijakasanaan".  Satu reduksi makna asali versi saya sendiri tentunya.  

Dari sekian banyak upaya pemaknaan atas filsafat, di antaranya; filsafat bisa diartikan sebagai framework (sudut pandang), kerangka berpikir dan ilmu yang mapan karena telah memenuhi syarat ilmiah yang sistematis.

Filsafat sebagai framework (sudut pandang) dan kerangka berpikir selalu berkaitan erat dengan kehadiran produk pemikiran para tokoh yang dipandang mumpuni-merawat kesadaran (akal sehatnya)-di tengah carut-marut pusaran kejengahan hidup yang tak dapat dinapikan.

Misalnya saja tentang bagaimana upaya perlawanan (perenungan dan proses berpikir keras) Karl Marx tatkala memandang keadaan sosial masyarakat yang hidup di bawah kendali kuasa garis ekonomi hingga menghadirkan kelas Borjuis dan Proletar.

Sebagai sudut pandang, biasanya produk pemikiran tokoh dijadikan sebagai acuan tatkala memandang suatu permasalahan. Entah itu menguliti satu dimensi dalam rangka menfasirkan, menggali pemahaman, memberi solusi atau pun menghadirkan prediksi yang dipersepsikan ke mana muara permasalahan itu berlabuh dan berimbas.

Dalam memosisikan filsafat sebagai sudut pandang, aturan mainnya hanya menghendaki (berusaha) fokus menggunakan satu produk pemikiran tokoh dalam konteks menggali pemahaman atas objek yang dijadikan sasaran.

Sebagai kerangka berpikir, cara kerja filsafat dijadikan pijakan dalam melerai dan menelusuri jalan permasalahan. Dalam konteks ini, sudah barang tentu meliputi tahapan-tahapan ketat yang berlaku dalam proses berfilsafat. Melalui kerangka berpikir yang analitis, kritis, sistematis, metodis dan lain sebagainya.

Tatkala filsafat dijadikan sebagai kerangka berpikir inilah banyak kemungkinan akan bersentuhan langsung dengan istilah tesis, anti tesis dan sintesis. Meskipun demikian, setiap realitas yang timbul tidak serta-merta dihakimi dengan hitam-putih. Justru di sanalah proses falsibilitas itu dibuktikan. Entah itu pembuktian melalui cara kerja rasio, empiris atau pun sintesis dari keduanya.

Sedangkan filsafat sebagai ilmu sangat terikat dengan kaidah, syarat dan standarisasi keilmiahan yang berlaku. Misalnya saja, memiliki metode, objek yang dikaji, logis, sistematis, bertujuan dan lain sebagainya.

Filsafat sebagai ilmu pada umumnya mengkaji bagaimana cikal bakal Ilmu-ilmu pengetahuan berusaha mapan dalam pijakan filsafat, meskipun pada akhirnya kemapanan ilmu-ilmu pengetahuan itu menjadi simalakama yang dapat dianalogikan kacang yang lupa kulitnya. 

Seperti halnya matematika yang terus egois dengan kebenaran rasionalitasnya. Sementara sains yang terus memapankan kebenaran hakiki yang bertumpu pada rasionalitas dan empirik semata. 

Dari sana, seharusnya kita mulai berani berpikir sedikit kritis bahwa sejauh ini,  sejatinya setiap manusia telah mempraktekan filsafat secara eksplisit, yakni   melalui ilmu pengetahuan yang berpijak pada kerangka berpikir rasional dan empirik.  

Tidak hanya itu, bahkan proses berpikir keras yang melibatkan kesadaran yang berkepanjangan juga kerap kita praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Utamanya tatkala kita dihinggapi permasalahan rumit dan terlilit hutang. 

Bahkan dalam tataran praksis, mereka yang kerap kali menjalani kehidupan dalam keadaan tertekan itulah yang gemar berfilsafat, meskipun tidak paham teori dan tidak sistematis. Itu si sependek penelusuran saya saja. 


Tulungagung, 16 November 2020

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...