Langsung ke konten utama

sebuah dedikasi untuk tahun baru



Transparansi Perayaan
Happy New Year, ya... demikianlah sebuah kata yang akan ramai diucapkan oleh orang-orang ketika tahun yang sebelumnya akan ditinggalkan dan tahun yang baru telah siap menghampiri kehidupan. Menunggu, menunggu dan menunggu. Ya, kata itulah yang pantas diucapkan, ketika banyak orang yang rela menunggu demi menanti detik-detik pergantian tahun. Mungkin inilah saat yang tepat untuk belajar sabar, sabar untuk meniup terompet, sabar untuk menyumbat kembang api, dan sabar dalam menyambut moment yang dianggap luarbiasa dan bahkan mungkin tidak akan terlupakan oleh sebagian orang. 
Ya, horey, horey dan horey. Begitulah kata yang terucap dari mulut manis mereka yang merayakan tahun baru dengan begitu antusiaanya. Mereka pun dengan secara sadar rela membeli berbagai atribut untuk meramaikan penyambutan tahun baru yang akan datang, dengan harapan tahun yang baru datang mampu memberi harapan yang lebih baik di masa mendatang.
Ya, bahagia. Begitulah perasaan yang terlukiskan dalam diri mereka baik tua, muda, dewasa dan kanak-kanak yang ikut serta dalam  merayakan tahun baru. Mereka pun rela tidak tidur (bergadang) demi menanti detik-detik pergantian tahun. Mereka pun berani jalan-jalan jauh dari rumah demi melihat indahnya kembang api yang akan menghiasi langit yang gelap. Tanpa memikirkan seberapa resiko yang akan ditimbulkan, entah itu materi ataupun fisik.
Ya, tahun barulah yang seakan-akan menjastifikasi atas legitimasi adanya asas Bhineka Tunggal Ika didunia, yang selama ini penuh dengan ketegangan baik secara spritual maupun fisik. Ya, tahun barulah yang memberi rasa toleransi itu ada, rasa damai itu ada, rasa bersatu dan satu kesatuan itu ada. Karena di tengah malam nanti semua orang yang ada di dunia bersatu dan bersama-sama merayakan pergantian tahun. Baik itu mereka yang ada di Benua Asia, Amerika, Eropa, Afrika dan Australia. Baik itu agama Islam, Kristen, Hindu, Budha, Konghucu dsb. Mereka antusias dalam menyambut dan merayakan tahun baru.
Ya, demikianlah seuntai kata yang terdedikasikan untuk malam terakhir dari tahun 2014  dan  dini hari (sepertiga hari) awal dari tahun 2015. Selamat jalan tahun 2014 dan selamat datang tahun 2015.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ngabdi Ka Lemah Cai

Rumpaka 17 Pupuh Pupuh téh nyaéta wangun puisi lisan tradisional Sunda (atawa, mun di Jawa mah katelah ogé kungaran macapat). anu tangtuna ngagaduhan pola (jumlah engang jeung sora) dina tiap-tiap kalimahna. Nalika balarea tacan pati wanoh kana wangun puisi/sastra modérn, pupuh ilaharna sok dipaké dina ngawangun wawacan atawa dangding, anu luyu jeung watek masing-masing pupuh. Dimana sifat pupuhna osok dijadikeun salah sahiji panggon atanapi sarana pikeun ngawakilan kaayaan, kajadian anu keur dicaritakeun. Teras ku naon disebat rumpaka 17 pupuh?, alasanna di sebat rumpaka 17 pupuh nyaeta kusabab pupuh dibagi jadi sababaraha bagian anu luyu atanapi salaras sareng kaayaan (kajadian) dina kahirupan.   Yang dimaksud ialah Pupuh yaitu berupa puisi/sastra lisan tradisional sunda (atau kalau di Jawa dikenal dengan macapat) yang mempunyai aturan yang pasti (jumlah baris dan vokal/nada) kalimatnya. Ketika belum mengenal bentuk puisi/sastra modern, pupuh biasanya digunakan dalam a...

Anak Penjajak Komik

Dokpri: Qadira dengan koleksi komiknya Belakangan saya dibuat takjub melihat pemandangan tak biasa di kelas 2 SDIT Baitul Quran. Takjub bukan karena huru-hara sedang meluluhlantakkan kursi dan meja. Bukan, bukan karena mereka sedang melakukan kegaduhan, bullying dan kenakalan meronta-ronta yang tampak di depan mata melainkan fenomena yang menyegarkan hati.  Bukan hanya maknyes di hati saya kira namun fenomena yang membuat hati merasa bangga: terketuk, kagum dan penasaran sekaligus menampar pipi--bagi siapa pun yang melihat. Lha, memang apa? Baca komik. Cuma baca komik? Tentu tidak. Tidak sedangkal itu kejadiannya.  Almira dan Qadira adalah dua siswi yang membuat saya takjub itu. Mereka berbeda dari siswa-siswi lain. Jika umumnya anak menjadikan semua tempat untuk bermain, bermain di semua tempat sesuka hati, bahkan anak hanya mau membaca saat kegiatan belajar mengajar belangsung maka berbeda dengan dua siswi tersebut. Almira dan Qadira lebih suka memanfaatkan waktu luang berte...

Serba yang Kedua

(Dokpri: flyer ngaji literasi edisi 4) Hemat saya angka 2 menjadi angka istimewa dalam ngaji literasi edisi keempat yang akan datang ini. Tepatnya, 3 kali angka 2 yang istimewa. Kenapa harus angka 2? Bukankah masih banyak angka lain: 1, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan seterusnya? Nah, jadi bikin penasaran kan? Pertama, angka 2 yang menegaskan bahwa di momen ngaji literasi edisi ini adalah kali kedua saya menjadi moderator setelah sebelumnya saya beserta Bang Almahry Reprepans bertukar posisi. Tentu saja, dua kali menjadi moderator dalam rangka membedah buku solo kawan-kawan anggota SPK Tulungagung, bagi saya, adalah satu kehormatan dan kesempatan yang luar biasa. Saya dapat belajar bagaimana cara berbicara di depan kamera dan public speaking. Selain itu, pada ngaji literasi edisi keempat ini menandaskan dua kali sudah saya menjadi moderator dalam membedah buku solo perdana sahabat Ekka Zahra Puspita Dewi setelah sebelumnya dipertemukan dalam acara bedah yang diusung oleh komunitas Lentera. ...