Dokpri: Gambar unduh dari Internet
Sikap menerima atas hasil laga saja tidaklah cukup. Faktanya, masih ada faktor lain yang menunjukkan supporter sepakbola tanah air dapat dikategorikan menuju baik. Positif vibes, tertib dan sadar lingkungan misalnya.
Dalam hal positif vibes para supporter timnas laiknya banyak belajar dari Mas Menteri BUMN sekaligus ketua PSSI, Erick Thohir. Pengalaman menjadi presiden klub besar Italia, Inter Milan dan pemilik klub D. C. United membuat mas Menteri senantiasa tenang dan bijak dalam menyapa para pemain.
Jikalau kita perhatikan bersama, mas Menteri tidak pernah absen menyalami, bertegur sapa dan memotivasi para pemain kesebelasan (termasuk pemain cadangan di dalamnya) sebelum atau sesudah merumput di lapangan. Ia senantiasa menekankan bahwa permainan yang baik akan menciptakan hasil yang maksimal.
Hal yang sama juga berlaku seusai laga semalam. Di saat seluruh pemain timnas Indonesia U-23 menekuk wajah yang haru biru: dipenuhi kesedihan dan penyesalan di ruang ganti, mas Menteri terus membakar semangat mereka. Kelakar beliau sebagaimana terabadikan dalam kanal Instagram pribadinya:
"Mau nyerah atau fight back? Mau nyerah atau fight back? Kasih lihat kalau kita bangsa yang kuat. Gak bisa diinjak-injak.
Ini ada game kedua, yang penting kita lolos ke olimpiade. Tempat ketiga! Ayo come on. Kita percaya kalian. Kalian bisa. Pak menpora di sini. Pak presiden nonton kalian. Seluruh rakyat indonesia nonton kalian. Kasih lihat kalau kita bangsa yang kuat. Gak bisa diinjak-injak! Jangan ngeluh. Kita fight back! We are strong. We can fight back! Ayo come on. Ayo belum habis. Come on".
Sungguh support yang konstruktif bagi mental dan kepercayaan diri para pemain. Kehadiran support di tengah-tengah kesedihan itu penting guna mencairkan keadaan. Kehadiran support di tengah-tengah kesedihan itu penting guna menghempaskan rasa putus asa yang berlebihan dan tak berkesudahan.
Kalah dan menang dalam suatu permainan adalah sesuatu yang wajar dan sah-sah saja. Namun, permainan sepakbola itu tidak selamanya soal kalkulasi angka. Bukan sekadar menang dan kalah melainkan soal kematangan dalam berproses. Berproses seperti apa? Proses membangun emosional, kepercayaan dan kerjasama.
Tanpa proses itu semua, agaknya mustahil tim sepakbola akan mencetak pemain yang baik secara instan. Ketajaman insting, skill yang matang dan kerjasama yang apik hanya akan muncul dari penempaan yang panjang. Latihan yang keras dan uji coba yang konsistensi dalam kurun waktu tertentu akan membuahkan hasil maksimal.
Supporter sepakbola Indonesia juga mulai tertib. Beberapa waktu lalu saat laga di babak penyisihan grup segelintir supporter sempat ter-shooting sedang memungut sisa-sisa sampah yang berserakan di tribun penonton. Dengan jersey merah putih yang khas, yang bersangkutan menenteng sebuah plastik hitam penampung sampah. Ia berjalan dari satu kursi ke kursi lainnya.
Tampaknya dalam diri supporter sepakbola timnas Indonesia U-23 diaspora atau pun pelancong menjaga kebersihan arena stadion Abdullah bin Khalifa menjadi kewajiban penting pasca laga. Bagaimana pun kebersihan lingkungan mencerminkan kepribadian dan kebiasaan kita berhubungan baik dengan lingkungan itu sendiri.
Selain tertib menjaga lingkungan, terpotret pula para supporter timnas Indonesia tetap menjalankan ibadah fardu dengan tertib. Mungkin kita masih ingat manakala timnas Indonesia kontra Australia, sebelum memasuki stadion Abdullah bin Khalifa beberapa supporter mendirikan salat berjamaah persis beberapa meter di luar stadion.
Dari sana kita bisa mengambil hikmah, bahwa seberapa pun kita menyukai apa pun (utamanya sepakbola) kita harus tetap menunaikan hajat sebagai hamba. Menyukai sesuatu jangan sampai berlebihan (fanatik) dan menghilangkan marwah kemanusiaan yang utama.
Tulungagung, 30 April 2024
Komentar
Posting Komentar